SURABAYA Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Prabowo Subianto makin banjir dukungan dari warga Nahdlatul Ulama (NU) untuk nyalon presiden di 2024. Hasil survei Lembaga Survei Nasional (LSN) menunjukkan, 41,5 persen responden dari kalangan Nahdliyin (warga NU) akan memilih politikus yang juga Menteri Pertahanan tersebut. Menyusul di belakang Prabowo yakni Gubernur Jawa
Estafetkepemimpinan pesantren diteruskan oleh putera-puteri KH As'ad Syamsul Arifin, yaitu Zainiyah, Nur Syarifah, Nafi'ah, Mukarromah, Makkiyah As'ad, Isyaiyah As'ad, Raden Fawaid As'ad, dan Raden Kholil As'ad. Saat ini, KH Achmad Azaim Ibrahimy (cucu KH As'ad Syamsul Arifin) menjadi pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah.
Kemudian KH Kholil As'ad Situbondo, KH Abdurrohman Al-Kautsar (Gus Kausar) Ploso, KH Salam Sohib, Habib Alwi bin Idrus Baaqil Sampang, Habib Ali Zaenal Bondowoso, KH Agus Ali Mashuri Tulangan Sidoarjo, dan sejumlah ulama dari berbagai daerah lainnya di Jawa Timur.
KH MUHAMMAD KHOLIL (MBAH KHOLIL) BANGKALAN . MADURA Narasumber : KH. Imam Bukhori ( Pimpinan Pondok Pesantren Ibnu Kholil ), Bangkalan (Dari buku Biografi K.H Muhammad Kholil) Mengetahui Pikiran Kiai Noer Ketika Kholil muda menyantri pada Kiai Noer di pesantren Langitan Tuban. Kholil seperti biasanya ikut jama'ah sholat yang memang keharusan
Vay Tiá»n TráșŁ GĂłp Theo ThĂĄng Chá» Cáș§n Cmnd.
REPUBLIKA - Kelahiran organisasi Nahdlatul Ulama NU disebut tidak akan lahir jika tidak ada tongkat dan tasbih yang dibawa almarhum KHR. As'ad Syamsul Arifin. Karena kedua petunjuk itulah yang membuat Hadratus Syeikh KH Hasyim Asy'ari mantap untuk mendirikan organisasi yang berarti kebangkitan ulama dari bukunya Syamsul A. Hadi 'Khariama Kiai As'ad di Mata Umat', awalnya, pada tahun 1924 Kiai Hasyim dimintai persetujuannya oleh kelompok diskusi taswirul afkar untuk mendirikan sebuah organisasi atau Jamiyah. Sebelum memutuskannya, kiai pendiri pondok pesantren Tebuireng tersebut meminta waktu untuk mengerjakan shalat istikharah terlebih dahulu. Namun, setelah sekilan lama petunjuk tersebut belum kunjung datang, sehingga kiai Hasyim menjadi lubuk hatinya, Kiai Hasyim kemudian ingin berjumpa dengan gurunya, KH Kholil bin Abdul Latif di Bangkalan, Madura. Namun, KH Kholil terlebih dahulu sudah mengetahui kegelisahan Kiai Hasyim tersebut, sehingga kiai segera mengutus salah satu santrinya yang bernama As'ad, yang kelak akan menjadi pendiri Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah, Sukorejo, pemuda As'ad diberikan amanah oleh Kiai Kholil untuk menyampaikan sebuah tongkat kepada Kiai Hasyim di Tebuireng. Saat sampai di Tebuireng, As'ad juga dipesani agar membacakan Alquran surat Thaha ayat 17-23 kepada Kiai Hasyim. Saat Kiai Hasyim menerima kedatangan As'ad dan mendengar ayat tersebut, hatinya pun langsung bergetar. "Keinginanku untuk membentuk jamiyah agaknya akan tercapai," ujar Kiai Hasyim saat itu sambil meneteskan air demikian, pada kunjungan pertama As'ad tersebut tampaknya belum membuat Kiai Hasyim mantap, sehingga satu tahun kemudian Kiai Kholil mengutus As'ad kembali. Kali ini, ia diamanahi sebuah tasbih untuk disampaikan ke Kiai Hasyim. Saat membawa tasbih tersebut, Kiai Kholil juga meminta As'ad untuk mengamalkan sebuah wirid Ya Jabbar, Ya Qahhar selama perjalannya dari Bangkalan ke Tebuireng, Jombang. "Kiai, saya diutus oleh kiai Kholil untuk menyampaikan tasbih ini," ucap As'ad saat bertemu Kiai Hasyim sambil menunjukkan tasbih yang dikalungkan di lehernya As'ad kedua inilah yang membuat Kiai Hasyim benar-benar mantap untuk mendirikan NU, lantaran menangkap isyarat bahwa Kiai Kholil sebagai gurunya tidak keberatan jika ia dan sahabat-sahabatnya mendirikan oraganisasi tersebut. Itulah jawaban yang dinanti-nantikannya selama tepat pada tanggal 16 Rajab 1344 Hijriyah atau 31 Januari 1926, organisasi NU resmi didirikan dan Kiai Hasyim dipercaya sebagai Rais Akbar pertama.
Oleh Luthfya Fithriani Kelahiran KH. Asâad Syamsul Arifin KH. Asâad Syamsul Arifin merupakan anak pertama dari pasangan KH. Syamsul Arifin dan Nyai Siti Maimunah yang berasal dari Pamekasan, Madura. Beliau memiliki satu saudara adik yaitu bernama KH. Abdurrahman. Kiai Asâad di lahirkan pada tahun 1897 di Makkah tepatnya di kampung Syiâib Ali, yang berdekatan dengan Masjidil Haram ketika kedua orang tuanya menunaikan ibadah haji dan bermukim di sana untuk memperdalam ilmu ke-islaman. Ada darah bangsawan pada diri Kiai Asâad yang berasal dari kedua orang tuanya. Sang ayah yaitu Raden Ibrahim KH. Syamsul Arifin merupakan keturunan dari Sunan Kudus I, dan sang ibu Nyai Siti Maimunah yang masih mempunyai keturunan dari Sunan Ampel. Ketika berusia 6 tahun kedua orang tuanya membawa beliau pulang ke Pamekasan, Madura dan tinggal di pondok pesantren Kembang Kuning Pamekasan, Madura. Sedangkan adiknya, Kiai Abdurrahman yang saat itu masih berusia 4 tahun dititipkan kepada Nyai Salhah yang merupakan sepupu Nyai Siti Maimunah yang tinggal di Makkah. Setelah 5 tahun tinggal di Pamekasan, Kiai Asâad diajak sang ayah untuk pindah ke pulau Jawa yang pada saat itu masih berupa hutan belantara tepatnya di daerah Asembagus, Situbondo, Jawa Timur untuk menyebarkan agama Islam. Di sana sang ayah membangun sebuah pondok pesantren sebagai tempat untuk berdakwah. Pemilihan tempat tersebut bukan tanpa alasan melainkan atas saran dua ulama dari Semarang yaitu Habib Hasan Musawa dan Kiai Asadullah. Awal pembangunan pondok pesantren hanya terdiri gubuk kayu kecil, musholla, dan asrama santri yang pada saat itu masih dihuni oleh beberapa orang saja. Seiring berjalannya waktu dengan banyaknya santri yang berdatangan untuk belajar ilmu agama, maka pada tahun 1914 pesantren tersebut berkembang. Pondok pesantren tersebut dikenal dengan nama pondok pesantren Salafiyah Syafiâiyah. Masa Pendidikan KH. Asâad Syamsul Arifin Kiai Asâad sejak kecil sudah mendapatkan ilmu agama dari ayahnya yang merupakan seorang ulama. Setelah beranjak usia remaja sang ayah mengirim beliau untuk belajar di sebuah pondok pesantren tua yang didirikan tahun 1785 di Banyuanyar, Pamekasan, Madura. Selama 3 tahun belajar di pondok pesantren tersebut 1910-1913 Kiai Asâad diasuh oleh KH. Abdul Majid dan KH. Abdul Hamid, yang merupakan masih keturunan dari sang pendiri pondok pesantren yakni KH. Itsbat selesai belajar di pondok pesantren Banyuanyar, beliau dikirim lagi oleh ayahnya ke Makkah untuk menjalankan ibadah haji sekaligus memperdalam ilmu agamanya. Ketika menimba ilmu di Makkah, beliau belajar di Madrasah Salathuyah, sebuah madrasah yang sebagian besar murid dan guru-gurunya berasal dari al-Jawi Melayu. Beliau belajar ilmu-ilmu keagaan bersama ulama-ulama terkenal, baik dari ulama al-Jawi maupun ulama Timur Tengah. Di antara guru-guru beliau adalah Syeikh Abbas Al-Maliki, Syeikh Hasan Al-Yamani, Syeikh Muhammad Amin Al-Quthbi, Syeikh Hasan A-Massad, Syeikh Bakir Yogyakarta, Syeikh Syarif As-Sinqithi. Sepulangnya dari Makkah beliau tidak langsung meneruskan pondok pesantren ayahnya. Akan tetapi beliau mengembara di berbagai pondok pesantren untuk memperdalam ilmunya lagi, antara lain ponpes Tebuireng Jombang asuhan KH. Hasyim Asyâari, ponpes Demangan Bangkalan asuhan Syaikhona Kholil, ponpes Panji Buduran, ponpes Tetango Sampang, dan ponpes Sidogiri Pasuruan. Kiai Asâad ketika nyantri di pondok pesantren Syaikhona Kholil yang berada di daerah Demangan, Bangkalan, Madura, beliau merupakan santri andalan Syaikhona Kholil pada saat itu. Suatu hari pada tahun 1924 M, saat Syaikhona Kholil memanggil beliau untuk ditugasi mengantarkan sebuah tongkat dengan pesan âQS. Thaahaa 18-21â kepada KH. Hasyim Asyâari di Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Selang beberapa bulan di akhir tahun 1924 Syaikhona Kholil kembali memanggil Kiai Asâad untuk pergi ke Tebuireng menemui KH. Hasyim Asyâari untuk mengantar tasbih dan berdzikir âYaa Jabbar Yaa Qohharâ. Ketika Syaikhona Kholil memberikan tasbih itu, Kiai Asâad meminta agar dikalungkan di lehernya. Beliau menjaga dengan sangat baik amanah dari sang guru dan memberikan tasbih itu kepada KH. Hasyim Asyari sebagai tanda bahwa beliau memberi restu akan berdirinya Nahdlatul Ulama. Bisa dikatakan bahwa beliau KH. Asâad Syamsul Arifin adalah penyampai pesan cikal bakal berdirinya Nahdlatul Ulama NU. Sepeninggalan sang ayah KH. Raden Syamsul Arifin pada tahun 1951, kepengasuhan pondok pesantren Salafiyah Syafiâiyah diberikan kepada Kiai Asâad. Di bawah asuhan beliau pondok pesantren Salafiyah Syafiâiyah mengalami perkembangan yang cukup pesat, sehingga pada tahun 1968 berdirilah sebuah Universitas Syafiâiyah dengan Fakultas Tarbiyah dan Fakultas Dakwah. Tidak berhenti sampai disitu, beliau mendirikan Sekolah Menengah Pertama SMP, Sekolah Menengah Atas SMA pada tahun 1980. Kemudian kemajuan yang lainnya juga di tunjukkan pada tahun 1985 dengan berdirinya sebuah Sekolah Dasar SD. Selang satu tahun kembali mendirikan sekolah di bidang perekonomian dengan berdirinya Sekolah Menengah Ekonomi Tingkat Atas SMEA pada tahun 1986. Dan di tahun 1990 berdiri berbagai lembaga salah satunya Lembaga Kaderisasi Fuqohaâ atau yang lebih dikenal dengan nama Maâhad Aliy, yang merupakan lembaga dalam rangka mengantisipasi isu krisis ulama. Masa perjuangan KH. Asâad Syamsul Arifin Melawan Penjajah Tak hanya sebagai ulama yang menyebarkan ilmu agama dan memimpin pesantren, Kiai Asâad juga turun gunung bergerilya berjuang mengusir penjajah Jepang dari Jember. Di Pondok Pesantren Raudlatul Ulum, Sumberwringin, Sukowono yang menjadi markas utamanya, Kiai Asâad menyusun strategi dan melancarkan serangan untuk melumpuhkan penjajah, demikian seperti dikutip dari situs memimpin para pejuang untuk melawan serdadu Jepang di Garahan, Kecamatan Silo. Beliau bersama pejuang lainnya bergerilya dari Sumberwringin menyusuri jalan puluhan kilometer, naik turun lembah, menembus hutan belantara dan menyeberang sungai. Gerakannya tercium musuh dan dicegat pasukan penjajah di Sungai Kramat. Pada masa perjuanganya, beliau bersama dengan sepupunya KH. Abdus Shomad sempat mendapatkan kursus teknik dasar militer di Jember pada waktu itu. Dengan modal inilah beliau bersama kiai-kiai lainnya menyusun pergerakan yang dipadukan dengan kekuatan rakyat dan para santri. Sosok beliau yang berkarisma menjadikannya disegani oleh para masyarakat yang berada di kawasan Banyuwangi, Situbondo, Bondowoso, Probolinggo, Jember, Lumajang, dan Pasuruan. Terutama disegani oleh ketiga laskar di kawasan itu yaitu laskar Sabilillah, laskar Hizbullah, dan laskar Pelopor. Semua kiai yang berada pada laskar Sabilillah menuruti semua strategi yang di buat oleh beliau. Begitu juga dengan para santri yang berada pada laskar Hizbullah, mereka dengan senang hati mengikuti strategi pergerakan perjuangan beliau. Tak hanya kiai dan para santri saja, para rakyat termasuk para preman yang berada pada barisan laskar Pelopor juga mengikuti strategi beliau. Pasukan yang dipimpin oleh beliau berhadapan langsung dengan musuh. Meskipun begitu beliau bersama pasukannya bisa mengatasi para penjajah Jepang, sehingga membuat mereka lari menuju ke tengah hutan. Gerakan pasukan Kiai Asâad membuat Jepang nyalinya menciut dan akhirnya berhasil diusir tanpa peperangan di Garahan. Pesan KH. Asâad Syamsul Arifin dalam berjuang membela negara adalah dengan niat. Niat memperjuangkan agama dan negara. Memperjuangkan agama untuk akhiratnya dan memperjuangkan negara untuk dunianya. Perjuangan di Bidang Politik Ketika NU memutuskan untuk menjadi partai politik dan meninggalkan Masyumi pada 1952, beliau dan para ulama nusantara yang lain mengembangkan dan memperluas pengabdiannya menuju politik kenegaraan yang sebelumnya hanya fokus di politik kebangsaan dan kerakyatan. Bahkan pada 1957-1959 beliau menjadi juru kampanye partai NU dan dipercaya mengemban amanat sebagai penasehat pribadi Wakil Perdana Menteri kala itu KH. Idham Khalid. Menurut beliau peran masyarakat Islam dalam mendukung partai NU dan men-coblosnya ketika pemilu sangatlah penting. Karena berazazkan Ahlu Sunnah Wal Jamaah dan konsepsi pemikiran yang diajukan dalam sidang bersumber dari ajaran Islam serta para calon yang diajukan berasal dari ulama nasional. Alasan inilah yang menjadikan beliau berjuang dari satu tempat ke tempat lain yang tak lain demi membela NU di ranah perjuangan beliau dan para kiai muda lainnya, membuat presiden Soekarno memilih beliau agar menduduki jabatan sebagai Menteri Agama. Namun beliau bukan seorang yang haus akan jabatan, dengan halus beliau menolak tawaran itu karena menurutnya jabatan seperti itu bukanlah keinginannya, beliau lebih memilih memimpin sebuah pondok pesantren yang keilmuannya itu telah di wariskan oleh ayah dan guru-gurunya. Pengaruh Kiai Asâad tentu membuat cemas para penguasa orde baru yang represif dan otoriter. Sehingga segala cara dilakukan untuk melemahkan NU. Melihat keadaan sepert ini membuat para ulama NU mengadakan Musyawarah Nasional Alim Ulama yang bertempat di pondok pesantren Salafiyah Syafiâiyah Situbondo. Pada 1983 Munas menyatakan bahwa NU menerima Pancasila dan Revitalisasi Khittah 1926. Gagasan ini dikemukakan oleh KH. Achmad Shiddiq yang langsung disetujui oleh Kiai Asâad karena ini dapat menjadi pukulan telak bagi penguasa orde baru yang hendak membubarkan NU dengan dalih tidak menerima Pancasila. Dari perjuangan beliau di bidang politik, pada 3 November 2016 beliau dianugrahi gelar sebagai Pahlwan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Kepres RI No. 90/TK/Tahun 2016. Karomah KH. Asâad Syamsul Arifin Sebagai seorang kiai dan ulama besar, Kiai Asâad tidak hanya menguasai banyak ilmu dari pada guru-guru dan kitab-kitab hikmahnya, Kiai Asâad juga menguasai ilmu yang di anggap oleh masyarakat sebagai ilmu ghaib. Murid dari beliau pun banyak yang berasal dari kaum bromocorah preman,brandalan yang mendalami ilmu kanugrahan, yaitu ilmu kekebalan tubuh. Ketika sesama mereka dibekali oleh sebuah pedang dan celurit untuk saling bacok, tidak ada dari mereka yang cidera sedikit pun. Salah satu dari muridnya yang bernama Mabruk dulunya seorang preman yang kemudian bergabung pada laskar Pelopor untuk menghadapi pasukan penjajah, beberapa hari telah mendalami ilmu kanugrahan tersebut beserta silat. Ia juga di suwuk ditiup dengan doâa oleh KH. Asâad Syamsul Arifin. Kemampuannya dibuktikan ketika perjalanan di daerah Dabasah yang merupakan tempat gudang senjata para penjajah. Dengan izin Allah, pasukan laskar Pelopor berhasil mengambil 24 pucuk senjata dan sejumlah amunisi tanpa mendapatkan perlawanan sedikit pun. Dengan ilmu ghaib yang telah dibekalkan ke pasukan laskar Pelopor tersebut oleh kiai Asâad, mereka mampu masuk gudang tanpa terlihat oleh pasukan penjajah. Wafatnya KH. Asâad Syamsul ArifinKH. Asâad Syamsul Arifin wafat pada 4 Agustus 1990 di Situbondo Jawa Timur pada usia ke 93 tahun.
ï»żApakah Anda mencari gambar tentang Foto Kh Kholil As Ad? Terdapat 48 Koleksi Gambar berkaitan dengan Foto Kh Kholil As Ad, File yang di unggah terdiri dari berbagai macam ukuran dan cocok digunakan untuk Desktop PC, Tablet, Ipad, Iphone, Android dan Lainnya. Silahkan lihat koleksi gambar lainnya dibawah ini untuk menemukan gambar yang sesuai dengan kebutuhan anda. Lisensi GambarGambar bebas untuk digunakan digunakan secara komersil dan diperlukan atribusi dan retribusi.
foto kh kholil as ad